Aku langsung berlari ke arah jendela yang berbentuk gerobak sate di ruang TV rumahku ketika aku mendengar deru keras seperti pesawat. Hatiku berdegup kencang, prasangka yang tak masuk akal yang muncul begitu saja langsung kusangkal mentah-mentah.
"Tak mungkin itu. Tak mungkin terjadi", kataku.
Ternyata yang kulihat adalah apa yang tidak bisa kupercaya. Aku melihat pesawat luar angkasa yang berbentuk lingkaran. Mendarat secara acak di beberapa rumah.
"Jangan parkir disini.. Jangan dirumahku"
Tapi mereka memarkirkan pesawatnya di atas rerumputan halamanku. Aku langsung berlari menjauhi jendela, mencari tempat persembunyian. Apakah di bawah tangga, apakah di kamar, apakah dilantai atas, dimana yang aman?
Aku berburu dengan waktu jangan sampai mereka memergokiku ketika aku belum siap. Akhirnya pilihanku adalah di dapur lantai dasar, tak jauh dari halaman rumahku. Tepatnya di penyimpanan barang yang posisinya berada di bawah kulkas. Didalamnya terdapat ruang yang cukup luas, agak gelap tetapi berpintukan kaca. Sehingga aku bisa melihat cukup jelas keluar, begitupun sebaliknya. Aku memincingkan mata melihat jauh kedepan. Diseberang sana terlihat kompor beroven. Tetapi entah kenapa visualnya seperti aku sedang memakai lensa fish eye. Semua tertangkap bulat.
Aduh, aku merasa mereka mendekat memasuki dapur.
Ada sepasang makhluk yang mengobservasi. Apa ya yang mereka mau? Aku tetap meringkuk di dalam ruang penyimpanan sambil mengawasi gerak mereka. Lalu datanglah ibuku dari arah yang berlawanan, dengan kekuasaannya memukul makhluk tersebut dengan gerakan seperti ayunan stik golf. Dari situ yang kuketahui bahwa makhluk tersebut masih polos dan linglung.
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku berdiri di ruang makan bersama ibu dan anggota inti keluargaku. Kami bertengkar mulut dengan makhluk luar angkasa itu. Perawakannya seperti campuran manusia dan cumi-cumi, Yang satu berbadan kerdil dan yang satu lagi agak lebih tinggi. Muka mereka kebingungan.
Kami semua saling waspada dan saling menyerap informasi. Ah, mereka tidak berbahaya, buktinya saja kalau aku pura-pura mati hanya dengan tiduran di lantai mereka mengira aku mati sungguhan. Mereka belum tahu apa-apa tentang manusia. Tetapi yang kutakutkan, ketika mereka sudah mengenal manusia lebih jauh lalu mereka akan selicik apa?
Lalu kuintip kembali dapur dari balik pintu kaca.
Aku mendapati ular yang berwarna hijau tua pekat, tidak terlalu besar, mungkin sepanjang ikat pinggang sedang menatapku marah dari atas meja dapur. Ular tersebut sangat lincah dan cekatan, gerakannya sangat cepat dan kuat sehingga aku agak kesulitan mendapati jejaknya. Dia melompat tajam seperti busur panah ke arah pintu kaca dimana aku mengintip, lalu terpental lagi ke arah lain dan begitu seterusnya. Ular tesebut ingin menyerangku dan membobolkan pertahanan pintu tersebut. Aku bergidik ngeri, ular tesebut menakutkan sekali dan tatapan marahnya telihat dari mulut kecilnya yang menganga.
Aku berteriak pada ayahku, "Ada ular!"
Ular tersebut mencoba masuk lewat sisi bawah pintu dan dia berhasil menerobos. Aku berlari ke arah keluargaku. Dan settingannya menjadi settingan di angkot. Kami duduk saling hadap-hadapan. Ayahku ada di hadapanku. Ular tersebut melompat tak karuan kesana kemari menyerang kami semua. Aku ketakutan dan ayahku mencoba menghentikannya. Ular tesebut melukai jempol ayahku, terlihat sedikit goresan darah dari kakinya yang memakai sendal jepit. Entah perlawanan apa yang kami berikan, sampai tiba-tiba suasana menjadi hening tak ada pergerakan apapun. Kami mencari-cari dimana ular itu bersembunyi. Selang beberapa lama, aku melihat badan ular tersebut terkapar di bawah kursi angkot. Ayahku mengecek kondisi ular tersebut sementara ibuku (yang didunia nyata sangat takut ular) dengan berani menyenggol tubuh ular tersebut dengan sepatu haknya tanpa terlihat getir sedikitpun. Tubuh ular tersebut keras seperti telah dimasuki formalin. Ayahku langsung merobek leher ular dengan gunting untuk memastikan bahwa ular itu memang mati. Tetapi tubuh ular itu agak mengejang sedikit. Dia belum mati tetapi tak lagi berdaya.
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Diluar angkot, aku melihat orang dari masa laluku. Ternyata hari ini adalah hari pertunangannya dengan seorang wanita cantik. Mereka memakai pakaian merah rumbai emas khas pengantin Padang. Memang benar keputusanku untuk menjauhinya, karena tak sampai berapa lama dia langsung menemukan jodoh. Aku ditanyai oleh orang disebelahku, "Bagaimana perasaanmu?" Aku tak apa-apa, tidak cemburu. Aku mengingat apa yang aku punya sekarang.
Aku merasa baik-baik saja.
Lalu aku masuk ke sebuah lorong seperti gua modern yang besar bersama banyak orang lainnya. Mukaku belepotan bedak, menandakan aku baru saja selesai berperang dan melewati serentetan kejadian mulai dari makhluk luar angkasa, ular hingga acara pertunangan.
Seorang temanpun menyambut kedatanganku.
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku langsung terbangun dari tidur.
Jam menunjukan pukul 05.30.
Senin, 30 Januari 2012.
"Tak mungkin itu. Tak mungkin terjadi", kataku.
Ternyata yang kulihat adalah apa yang tidak bisa kupercaya. Aku melihat pesawat luar angkasa yang berbentuk lingkaran. Mendarat secara acak di beberapa rumah.
"Jangan parkir disini.. Jangan dirumahku"
Tapi mereka memarkirkan pesawatnya di atas rerumputan halamanku. Aku langsung berlari menjauhi jendela, mencari tempat persembunyian. Apakah di bawah tangga, apakah di kamar, apakah dilantai atas, dimana yang aman?
Aku berburu dengan waktu jangan sampai mereka memergokiku ketika aku belum siap. Akhirnya pilihanku adalah di dapur lantai dasar, tak jauh dari halaman rumahku. Tepatnya di penyimpanan barang yang posisinya berada di bawah kulkas. Didalamnya terdapat ruang yang cukup luas, agak gelap tetapi berpintukan kaca. Sehingga aku bisa melihat cukup jelas keluar, begitupun sebaliknya. Aku memincingkan mata melihat jauh kedepan. Diseberang sana terlihat kompor beroven. Tetapi entah kenapa visualnya seperti aku sedang memakai lensa fish eye. Semua tertangkap bulat.
Aduh, aku merasa mereka mendekat memasuki dapur.
Ada sepasang makhluk yang mengobservasi. Apa ya yang mereka mau? Aku tetap meringkuk di dalam ruang penyimpanan sambil mengawasi gerak mereka. Lalu datanglah ibuku dari arah yang berlawanan, dengan kekuasaannya memukul makhluk tersebut dengan gerakan seperti ayunan stik golf. Dari situ yang kuketahui bahwa makhluk tersebut masih polos dan linglung.
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku berdiri di ruang makan bersama ibu dan anggota inti keluargaku. Kami bertengkar mulut dengan makhluk luar angkasa itu. Perawakannya seperti campuran manusia dan cumi-cumi, Yang satu berbadan kerdil dan yang satu lagi agak lebih tinggi. Muka mereka kebingungan.
Kami semua saling waspada dan saling menyerap informasi. Ah, mereka tidak berbahaya, buktinya saja kalau aku pura-pura mati hanya dengan tiduran di lantai mereka mengira aku mati sungguhan. Mereka belum tahu apa-apa tentang manusia. Tetapi yang kutakutkan, ketika mereka sudah mengenal manusia lebih jauh lalu mereka akan selicik apa?
Lalu kuintip kembali dapur dari balik pintu kaca.
Aku mendapati ular yang berwarna hijau tua pekat, tidak terlalu besar, mungkin sepanjang ikat pinggang sedang menatapku marah dari atas meja dapur. Ular tersebut sangat lincah dan cekatan, gerakannya sangat cepat dan kuat sehingga aku agak kesulitan mendapati jejaknya. Dia melompat tajam seperti busur panah ke arah pintu kaca dimana aku mengintip, lalu terpental lagi ke arah lain dan begitu seterusnya. Ular tesebut ingin menyerangku dan membobolkan pertahanan pintu tersebut. Aku bergidik ngeri, ular tesebut menakutkan sekali dan tatapan marahnya telihat dari mulut kecilnya yang menganga.
Aku berteriak pada ayahku, "Ada ular!"
Ular tersebut mencoba masuk lewat sisi bawah pintu dan dia berhasil menerobos. Aku berlari ke arah keluargaku. Dan settingannya menjadi settingan di angkot. Kami duduk saling hadap-hadapan. Ayahku ada di hadapanku. Ular tersebut melompat tak karuan kesana kemari menyerang kami semua. Aku ketakutan dan ayahku mencoba menghentikannya. Ular tesebut melukai jempol ayahku, terlihat sedikit goresan darah dari kakinya yang memakai sendal jepit. Entah perlawanan apa yang kami berikan, sampai tiba-tiba suasana menjadi hening tak ada pergerakan apapun. Kami mencari-cari dimana ular itu bersembunyi. Selang beberapa lama, aku melihat badan ular tersebut terkapar di bawah kursi angkot. Ayahku mengecek kondisi ular tersebut sementara ibuku (yang didunia nyata sangat takut ular) dengan berani menyenggol tubuh ular tersebut dengan sepatu haknya tanpa terlihat getir sedikitpun. Tubuh ular tersebut keras seperti telah dimasuki formalin. Ayahku langsung merobek leher ular dengan gunting untuk memastikan bahwa ular itu memang mati. Tetapi tubuh ular itu agak mengejang sedikit. Dia belum mati tetapi tak lagi berdaya.
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Diluar angkot, aku melihat orang dari masa laluku. Ternyata hari ini adalah hari pertunangannya dengan seorang wanita cantik. Mereka memakai pakaian merah rumbai emas khas pengantin Padang. Memang benar keputusanku untuk menjauhinya, karena tak sampai berapa lama dia langsung menemukan jodoh. Aku ditanyai oleh orang disebelahku, "Bagaimana perasaanmu?" Aku tak apa-apa, tidak cemburu. Aku mengingat apa yang aku punya sekarang.
Aku merasa baik-baik saja.
Lalu aku masuk ke sebuah lorong seperti gua modern yang besar bersama banyak orang lainnya. Mukaku belepotan bedak, menandakan aku baru saja selesai berperang dan melewati serentetan kejadian mulai dari makhluk luar angkasa, ular hingga acara pertunangan.
Seorang temanpun menyambut kedatanganku.
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku langsung terbangun dari tidur.
Jam menunjukan pukul 05.30.
Senin, 30 Januari 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar