22.11.10

Ibu

Mulai hari ini aku menyebutnya Ibu.
Dia yang bertubuh basah dan hangat.
Gempal dan empuk.
Berkulit kalem dan redup.
Tak apa jika kau selalu takut pada cahaya dan api yang bergelora.
Aku juga takut.
Karena api-api jahanam itulah yang dapat merubahmu menjadi guci-guci keras yang terpajang di rak.
Sehingga nantinya membuatmu mudah marah dan tersinggung karena tubuhmu ketat dan keras.
Dapat kuyakini kau akan berdoa dengan lantang agar ada angin yang berhembus dan menjatuhkanmu berkeping-keping.
Hingga abumu berserakan. Dan memulai reinkarnasi yang kau impikan.
Aku juga takut kau mengalami itu Ibu.
Oleh karena itu kau kusembunyikan di gurat-gurat kayu suar.
Agar tak ada yang mengambil atau mencelakaimu.

Mulai hari ini aku menyebutnya Ibu.

Mata lalat

Suatu hari aku berkunjung ke dunia yang hanya mempunyai umur 10x putaran bumi.

Dimana segala benda terlihat beratus kali lebih besar dari sewajarnya seperti mengintip dengan mikroskop.

Dunia yang bertanah teduh ini mempunyai sebuah stasiun kereta api kuno yang berjalan lambat, sekotak pantai pasir yang lampunya padam, sehampar sawah di tepi langit dan sebuah kamar bertembok hijau dimana sebatang pohon cermai, secangkir kopi panas, sebungkus rokok, sekotak tisu berserakan didalamnya.

Disanalah aku tinggal.

Aku cepatkan 15menit pada settingan jam tanganku dan mengatur alarmnya.

240 jam hitungan mundur dari sekarang.

239:59:59

239:59:50

239:

238:

237:

Aku membuka mata dimana wajahnya tergeletak di depan.

Memang inilah yang seharusnya aku lihat setiap kali terbangun.

Dia sudah seperti kasur di kamar. Bubuk kopi dalam cangkir kaca. September Ceria di pagi hari. Kemeja kotak-kotak ketika terik ataupun sejuk.

23 Juli 2010

Mulla

18:41 dikurangi 7 menit
Ketika itulah aku melentikkan jari mempertemukan ibu kepada penengahnya
Memejamkan mata mengingat perkataan orang berperut 3 akan damainya kekosongan yang dapat kuciptakan

Titik angin di kuping kanan
Menyeimbangi lonceng liontin anjing di kuping kiri
Aku membiarkan tubuhku mengambang walau tanganku masih dengan erat berpegang pada pipa dipinggir kolam

Monokrom yang labil
Abu-abu yang berasap
Hitam yang dipenuhi titik semut yang berkilau diterpa cahaya bulan
Kueratkan peganganku pada pipa yang mulai terasa kasar dengan waspada
Hingga pipa itu berurai menjadi manik-manik..

Bapa,
Ibu,
Alla,
Ohm.
Pada angka ke berapakah kau menyembunyikan amanku?

5.11.10

prakiraan cuaci

Aku akan mati
Ketika matahari masih menyala
Walaupun angin mencoba meredupkannya
Nanti pukul 4 sore
Aku menatap sekilas cahaya keemasan yang terik
Disitulah tepatnya.


5 11 10

pwj

This is home
This is home
This is the place that they called it home
This is the place when she had baby born

This home not yours
But this land yet ours
By the stories we kept it all
From beginning until sun fall

4 11 10