28.5.10

konser

Apa kamu percaya bahwa segala sesuatu sudah dipersiapkan? Aku percaya. Kadang. Ya, setidaknya malam ini aku percaya hal tersebut ketika aku tanpa rencana terduduk di konser musik klasik di sebuah konservatorium. Saat itu kejenuhanku langsung hilang. Aku melihat melalui telingaku adegan-adegan film kartun, rencana-rencana masa depanku, sikap apa yang harus aku tata dan pelihara, memahami naik turunnya perasaan hingga apa saja yang harus aku persiapkan untuk anakku kelak. Mungkin terdengar aneh dan menggelikan bagi yang tak dapat membayangkannya sekarang. Tapi aku benar-benar menikmati penglihatanku melalui musik bertempo cepat ini. Kurang dari satu jam.. Kudengar tepuk tangan mengisi ruang. Lalu semua pulang.

setelah berlari ke timur

Aku bosan pergi sendirian.Berbagi kamar dengan orang tak dikenal.Berburu wc siapa yang duluan.Bergumam dan bersiul tapi entah yang dinyanyikan.Kali ini bangunan sayu dan air mancur tidak dapat lagi menghibur. Sudah terlanjur. Aku sudah keburu menyerahkan diri pada kejenuhan tingkat tinggi. Sekarang yang aku butuhkan adalah kamu, kamarku, buku dan komputer di meja belajar.

26.5.10

selama ini aku hanya berdiri, berdiri dan berdiri

Sudah lama tidak merasakan tanah dengan kaki telanjang
Membungkukan punggung di atas sajadah tipis
Membenamkan wajah pada embun di rerumputan

25.5.10

kau yang tertiup ke barat

Hari ini ulang tahunmu
Tahu apa kado yang diam-diam kuselipkan dalam sakumu?
Aku berikan kau dua pertiga kebahagiaanku saat ini
Sisakan sedikit saja untuk tetap kubawa dalam ranselku
Berbaur dengan bongkahan kain bisu
Agar aku tetap bisa tertawa kecil ketika mengingat pelarian kita
Enam hari yang kelana

Semoga kau slalu diselamatkan kemanapun tujuanmu
Berbahagialah selalu
Karena semesta mengamini keyakinanmu

dibalik jendela

Jendela jendela jendela jendela
Jendela satu jendela dua jendela tetangga
Dia yang bertirai oranye
Dan dia yang bertembok lukisan
Aku didepan kalian
Membuka semua jendela jendela jendela yang kupunya

terserap di kotamu

Karena sebentar lagi aku akan kehilangan jejakmu
Mulai kembali membuka peta
Menebar jala
Meruntuhkan kepingan-kepingan roti
Di kota yang mati
Di hutan yang tak peduli
Di telapak kaki
Mencari.



Praha,
malam yang terisak
23.5.10

terhisap di kotamu

Keong yang kupungut di pinggir gang
Menyerap suara bangunan kosong yang membatu
Kudekatkan serpihannya ke telinga
Nyanyian debu
Nyanyian abu, membenamkan pundakku
Membuatku tak lebih besar dari cangkang

Pulang,
Pulang katanya
Memintaku mencarikan jalan ke hulu gangga
Kuletakan dia kembali ke lautan kota
Dimana seharusnya keong itu berada


Praha
23.5.10

18.5.10

hujan yang diam

Akhirnya hujan datang lagi di gelap hari
Gemerciknya membuat malam semakin sepi


Berlin
18.5.10

16.5.10

Rumah-rumah dipinggir rel
Tingginya hanya sedadamu
Hanya aku yang bisa masuk tanpa tertunduk,kataku sombong
Kamu tertawa lepas yang khas.
Tunggu, aku lupa suara tawamu.
Sekarang tidak bisa kubayangkan lagi.

Rumah-rumah dipinggir rel
Kecil,manis dan penuh bunga di halaman
Seperti kurcaci yang terjebak di pohon rambat
Tapi nanti kamu tidur dimana ya?
Dimanapun lah, ditubuhku juga tidak apa-apa.
Lagipula kamu jauh.
Maaf aku melucutimu lagi dalam pikiran sempitku.

Rumah-rumah dipinggir rel
Mana yang paling kamu suka?
Yuk kita beli bersama,
biar kamu selalu datang ke kota ini.
Dan aku juga datang ketika aku libur kerja.
Kita habiskan waktu dihari minggu,
lalu esoknya kembali lupa.



(Kepada rumah-rumah manis
dipinggir rel kreta Koln, aachen, dussel)

malam hari di kota yang bertembok

Ini tanganku
Kosong,
Bahkan garisnya larut terbawa air sungai

Aku sendiri dan berdiri
Bersama biru jala
Lampu halte yang menyala

Perempuan yang terduduk dan terbatuk
Sepasang yang mengepulkan udara paru
Anak muda yang tergoyang dan beraroma
Kata-kata yang saling silang terbang sengaja tak kutangkap

Biar saja..
Tanganku berserah seperti mangkuk
Kuterima malam ini apa adanya
Seperti aliran yang mau membasuh lukaku
Membawa, dan tanpa sengaja menyembuhkan

murung

Karena malam ini terasa berat bahkan untuk kakiku
Keindahan ini membuatku murung
Seperti lampu jalanan yang memenuhi kantung mata
Hingga tak tahu bisa menyimpannya di saku yang mana



Malam bersama Adinda Hasan
Sesaat sebelum meninggalkan malam di London

15.5.10

helmond

kepala tujuh dan kepala delapan
lilin yang ditiup lalu menyilangkan
mempertemukan jari kepada yang berucap
amin? apakah itu katamu dengan hati?
beribu detik di ruang bisu
bahkan air mendidih sungkan untuk menjerang

hanya ada jantung..
ya, itu yang akan kuingat.
jantungku adalah jantungmu di depan meja makan.




(Dear mr&mrs Jacobi)

23

Satu garis panjang
Di kiri cahaya di kanan lautan
Penuh titik jengkal yang saling terumpat
Kita melompat
Di garismu di garisku di rel kereta
di kabel lisrik ditali pusar
Bertabrakan penuh lisrik lalu menangis karena geli
Titik agak ketengah dimana aku berjalan
Entah terseok entah berlari seperti belut yang bermain pelorotan
Tidak ada gelap terang, aku buta warna
Tapi lidahku berasa, debar.

sampai kapan?

kalian tidak tahu kapan harus berhenti


8.5.10

4.5.10

Merdeka

Karena mereka orang-orang yang kehilangan.
Berani maju di garda depan.
Tak akan takut untuk melawan.
Toh' apalagi yang harus ditakutkan?

Harta sudah dititipkan ke tuan.
Karena mereka orang-orang yang kehilangan.







teruntuk merdiko dan keluarga

prancis

Hei, lihatlah apa yang ada di cakrawalaku sekarang
Awan sedang berbisik pada savana
Badan besarnya sampai menghalangi sinar yang ingin singgah.
Haha.. lucu sekali mereka. Sinar yang terus2 menggelitik awan membuatnya berkeringat membanjiri kaca mobil yang kutumpangi.

prancis.
Perjalanan dari negeri keju kemari yang disambut gerimis.
Prancis masih malu-malu menyambutku dengan padang luas. Akan kumasuki tubuhnya hingga kutemukan udara panas, menara-menara yang angkuh, kue cokelat dan patung orang kerdil. Akan kutagih janjimu seperti yang kau suratkan padaku. Kau kan yang menyuruhku menemuimu?



2.5.2010